Dunia marketing pada abad ini telah berkembang dengan pesat.
Marketing saat sekarang tidak, hanya dipergunakan untuk mempromosikan produk
dan jasa saja, akan tetapi lebih dari itu. Entitas-entitas selain produk dan
jasa, seperti, manusia, ide, event, pengalaman, tempat dan lain-lainnya
memerlukan strategi marketing yang handal untuk dapat mengidentifikasi, menciptakan
dan menghantarkan nilai bagi masyarakat. Dunia politikpun rasanya tidak
ketinggalan pula keperluannya untuk menggunakan strategi marketing.
Berbagai strategi harus dilakukan oleh seorang politisi atau partai politik untuk
memperkuat elektabilitas hingga mendapatkan komitmen dipilih oleh masyarakat
(baca customer masyarakat) pada hari H Pemilu. Didalam memasarkan politik, beberapa
elemen penting yang ingin didapatkan oleh setiap politisi adalah Popularitas, Likeabilitas, dan Elektabilitas.
Jika kita mengamati perkembangan political marketing di Indonesia, dapat
dilihat bahwa pada dasarnya semua partai politik maupun kandidat caleg maupun
capres, sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap perlunya melakukan
pengukuran popularitas, likeabilitas serta elektabilitas tersebut. Namun pertanyaannya
adalah bagaimana dapat meningkatkan popularitas, likeabilitas dan elektabilitas
secara efisien?
Hal yang pasti didalam masyarakat, pilihan mereka terhadap
partai politik maupun kandidat capres jatuh pada mereka yang menjanjikan
sesuatu yang bersifat praktis dan langsung menyentuh kebutuhan atau isu-isu
penting sehari-hari. Pertarungan tidak lagi pada ideologi yang mendasari, namun
pada strategi marketing yang dijalankan. Jadi tidak dapat terhindarkan, jika
pada awalnya sebuah partai mengusung ideologi agama atau isme-isme, dan kelompok
masyarakat tertentu, pada akhirnya harus mendeklarasikan diri sebagai partai
yang universal atau terbuka untuk semua orang demi mendongkrak elektabilitasnya.
Pada dasarnya, proses bagi partai politik melakukan
pengenalan partai hingga terjadi pemilihan atau voting ditempat pemungutan suara (TPS) dilakukan melalui tujuh tahapan. Tujuh tahapan tersebut disebut
sebagai 7 Steps Of Political Marketing.
7 Steps of Political Marketing
Ketujuh tahap tersebut merepresentasikan tiga kelompok. Yang
pertama Popularitas (Exposure & Awareness). Kedua adalah Likeability
(Expectancy, Engangement, dan Preference). Dan yang ketiga adalah
Elektabilitas, yaitu komitmen untuk memilih dan action yang dilakukan di TPS
pada hari pemungutan suara.
Popularitas merupakan modal yang sangat penting dalam
politik. Investasi popularitas tidaklah murah. Jika salah strategi , kegiatan
kampanye yang bertujuan untuk mendongkrak popularitas hanya akan
menghambur-hamburkan biaya tanpa menghasilkan apa-apa. Strategi meningkatkan
popularitas harus dilakukan dengan proses mediated yang baik, baik melalui
media offline maupun media online. Kegiatan offline dapat dilakukan diantaranya
dengan kampanye massa, event, dan kunjungan ke lapangan atau program “blusukan”.
Sedangkan kegiatan online dilakukan melalui platform yang bersifat
relationship, interaction, dan gamification. Tujuan utama dari mediated
exposure adalah untuk memperkuat awareness atau popularitas dari sekedar “thin”
menjadi popularitas yang “THICK” atau pengenalan yang kuat.
Pengenalan yang kuat terhadap kandidiat akan menciptakan
harapan tertentu bagi pemilih (Expectancy). Sebelum memutuskan pilihannya pada
partai atau kandidat tertentu, preferensi pemilih (likeability) harus dibangun
dengan mengelola expectancy pemilih dan juga engagement. Ekspektasi dikelola
melalui micro messaging dari sebuah program kampanye dan dilanjutkan dengan
kegiatan engagement demi menciptakan evaluasi positif terhadap partai politik
atau kandidat, sehingga mereka menyatakan kecenderungan preferensinya baik
kepada kandidat atau kepada partai politik.
Upaya untuk membangun preferensi dapat dilakukan melalui
tiga level. Level pertama, apabila
kegiatan partai politik atau kandidat capres atau cawapres hanya diarahkan pada
sesuatu yang sifatnya transaksional misalnya bagi-bagi brosur, bagi-bagi logistic
seperti kaos, kalender, topi, gantungan kunci dan lain-lain. Hal ini hanya pada
level dianggap baik saja oleh para prospek, masih belum memiliki nilai
kompetitif secara besar, para prospek hanya berpikir…oh OK..ada brosur n
logistiknya. Sayangnya, mayoritas caleg dan patai politik baru menjalankan
strategi pemasaran pada tingkat ini saja.
Level kedua
adalah apabila kandidat atau partai politik melakukan aktivitas kampanye dengan
strategi experiential (memberikan pengalaman). Langkah ini memimiliki tingkat kompetitif yang lebih
tinggi. Beberapa hal yang dilakukan dengan experiential marketing misalnya
kegiatan blusukan, melakukan perlombaan, pentas kesenian untuk masyarakat,
kegiatan pameran, atau bahkan memberikan pendampingan dan bantuan pada korban
bencana alam, seperti gunung meletus, banjir dan lain-lain. Strategi ini cukup
efektif, namun belum membangun relasi jangka panjang dan berkelanjutan.
Sedangkan yang Level Ketiga adalah engagement hal ini ditujukan untuk membangun ikatan yang kuat
antara pemilih dan kandidat atau partai politik. Hasilnya adalah buzzword (pembicaraan dimedia dari mulut ke mulut) dan
advocacy (Pembelaan yang tanpa diminta) yang sangat efektif demi meningkatkan preferensi pemilih. Beberapa
aktivitas yang dapat dilakukan misalnya membangun platform online dan offline
dengan sistem database dan melakukan aktivitas melalui kegiatan-kegiatan yang
melibatkan partisipasi dan interaksi yang berkelanjutan dengan komunitas.
Berbagai strategi tersebut pada akhirnya dilakukan untuk
memperkuat elektabilitas yang diwujudkan melalui komitmen untuk memilih pada
hari ‘H” Pemilu. Survei elektabilitas hanya menunjukkan komitmen untuk memilih
jika pemilu dilakukan sekarang. Pada praktiknya, tidak ada yang bisa menjamin
bahwa pemilih tersebut akan tetap menjaga komitmennya untuk memilih kandidat
atau partai pilihannya tersebut. Dengan demikian komitmen yang dibutuhkan adlah
komitmen positif (kuat) yang ditunjukkan dengan kehadirannya di TPS pada waktu
hari pemungutan suara. Inilah yang disebut dengan ACTION. Komitmen yang kuat
hanya akan terjadi apabila pemilih atau voters memiliki ikatan emosional bonding
yang dibangun melalui engagement.
0 comments:
Post a Comment